Memahami Hukum Perdata
Hukum perdata adalah semua hukum dasar yang mengatur kepentingan individu. Hukum perdata di Indonesia berlaku untuk:
- Bagi kelompok masyarakat adat Indonesia berlaku hukum adat, yaitu hukum-hukum yang telah lama berlaku di kalangan masyarakat, yang sebagian besar masih belum tertulis namun hidup dalam tindakan masyarakat mengenai segala urusan kehidupan masyarakat.
- Bagi kelompok warga negara non-pribumi yang berasal dari Tiongkok dan Eropa, berlaku KUH Perdata dan KUHP.
Namun yang terakhir, bagi kelompok warga non-pribumi yang bukan berasal dari Tiongkok dan Eropa, ada juga yang berlaku. buku basah burgerlijk Artinya, pada dasarnya hanya bagian yang membahas tentang hukum harta benda.
Untuk memahami situasi hukum perdata di Indonesia, pertama-tama kita perlu mengetahui sejarah politik pemerintahan Hindia Belanda. Pedoman politik pemerintah Hindia Belanda mengenai hukum di Indonesia tertulis pada Pasal 131. “Indische Staatsregeling” Yang dirangkum sebagai berikut:
- Hukum perdata dan komersial memerlukan kode etik.
- Untuk grup Eropa, aturan yang berlaku di Belanda dipatuhi.
- Bagi kelompok Oriental lokal Indonesia dan asing, peraturan Eropa dapat digunakan jika diinginkan.
- Penduduk asli Indonesia dan kelompok Timur asing sampai mereka ditundukkan di bawah pemerintahan yang sama dengan negara-negara Eropa.
- Sebelum hukum dibuat untuk masyarakat Indonesia, hukum yang berlaku bagi masyarakat Indonesia adalah hukum adat.
Pengertian Hukum Perdata Substantif dan Formal
Pengertian hukum perdata substantif adalah menentukan perbuatan apa yang dapat dipidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan. Hukum substantif menentukan isi suatu kontrak, hubungan atau tindakan. Dari segi hukum substantif, fokusnya adalah pada isi peraturan.
Hukum perdata formal dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana menjaga atau menegakkan peraturan tersebut dan dalam perselisihan, hukum formal menunjukkan bagaimana menyelesaikannya di hadapan hakim. Hukum formal disebut juga hukum acara. Dalam pengertian hukum formal perhatian
Sumber Hukum Perdata
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan undang-undang yang mempunyai kekuatan memaksa, yaitu undang-undang yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.[3] Sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata atau tempat ditemukannya hukum perdata.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat kategori. yaitu hukum perdata, kontrak, yurisprudensi dan adat. Keempat sumber ini dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu sumber hukum perdata yang tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum perdata yang tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang bersumber dari sumber tertulis.
Umumnya aturan hukum perdata tertulis terdapat dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang bersumber dari sumber tidak tertulis. Sebagaimana terdapat dalam hukum adat, sumber hukum perdata tertulis adalah:
- AB (algemene bepalingen van Wetgeving) Ketentuan Umum Pemerintah Hindia Belanda
- Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)
- Kode Dagang
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 19745. UU Pertanian Nomor 5 Tahun 1960.[5]
Sistematika Hukum Perdata
Sistematika, dalam bahasa Inggris disebut sistematika, dalam bahasa Belanda yaitu systematiken, adalah susunan atau struktur kitab undang-undang perdata. Di negara-negara yang menganut sistem common law, tidak ada pemisahan antara hukum publik dan hukum privat. Sehingga hukum perdata tidak dibuat secara kodifikasi, melainkan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hukum perdata tersebut tersebar dalam berbagai undang-undang atau undang-undang. Namun dalam sistem hukum yang menganut hukum perdata, sumber hukum utama adalah kodifikasi hukum yang terdapat dalam KUH Perdata. Di bawah ini kami sajikan sistem hukum perdata yang berlaku di Indonesia, Belanda, Rusia, Perancis dan Jerman.[6]Sistem KUH Perdata yang berlaku di Indonesia meliputi:
Buku I: Tentang Rakyat
Buku II: Tentang Hukum Perdata
Buku III: Tentang Memancing
Buku IV: Tentang Bukti dan Kepunahan
Di Belanda KUH Perdata telah diubah. Seiring dengan penyempurnaan tersebut, muncullah perubahan sistematis, yang semula hanya terdiri dari lima buku, antara lain:
Buku I: Tentang Hukum Pribadi dan Keluarga (Personen-en-Familierecht)
Buku II : Tentang Badan Hukum (Rechrsperson)
Buku III : Tentang Hukum Material (Van Verbindtenissen)
Buku IV: Tentang Kedaluwarsa (Van Verjahring)
Lima buku telah diubah menjadi sepuluh buku. Sepuluh buku tersebut antara lain:[7]
Buku 1. Hukum Pribadi dan Keluarga (Hukum Pribadi dan Keluarga)
Buku 2: Badan Hukum (Badan Hukum)
Buku 3 : Hukum Harta Benda Secara Umum (Hukum Harta Benda Umum)
Buku 4: Suksesi (Warisan) (Hukum Warisan)
Buku 5: Hak Milik Nyata (Hak Milik)
Buku 6: Kewajiban dan Kontrak (Perikatan dan Kontrak)
Buku 7: Perjanjian Khusus (Revisi) (Perjanjian Khusus)
Buku 7: Perjanjian Khusus (Belum Diedit) (Perjanjian Khusus)
Buku 8: Hukum Transportasi
Buku 9: Kekayaan Intelektual
Buku 10: Hukum Perdata Internasional (Hukum Perdata Internasional)
Asas Hukum Perdata
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting dalam hukum perdata adalah:
-
Prinsip kebebasan berkontrak
Asas ini mengandung arti bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa pun, baik yang diatur dengan undang-undang maupun yang belum diatur dengan undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHP).
Asas kebulatan suara dapat dikesampingkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHP. Pasal ini mengatur bahwa salah satu syarat sahnya suatu akad adalah harus adanya kata sepakat antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa kontrak biasanya tidak bersifat formal melainkan atas persetujuan kedua belah pihak. Kontrak merupakan kesepakatan antara keinginan dan pernyataan kedua belah pihak.
Asas kepercayaan artinya setiap orang yang mengadakan suatu akad akan memenuhi setiap keberhasilan masa depan di antara mereka.
Asas kekuatan mengikat (binding force) adalah asas yang menyatakan bahwa suatu kontrak hanya mengikat pihak-pihak yang terikat pada kontrak itu dan terikat hanya pada sifatnya saja.
Asas persamaan hukum mengandung arti bahwa subyek-subyek hukum yang mengadakan suatu perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibedakan satu sama lain, meskipun subjek hukumnya berbeda warna kulit, agama, dan ras.
Asas kesetaraan merupakan asas yang harus dipenuhi dan ditegakkan oleh kedua belah pihak dalam kontrak. Kreditur mempunyai kekuasaan untuk menuntut pelaksanaan dan bila perlu dapat menuntut pelunasan kinerja melalui harta kekayaan debitur, namun debitur juga mempunyai kewajiban untuk melaksanakan akad dengan itikad baik.
Asas kepastian hukum atau dikenal juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang mengatur mengenai akibat-akibat suatu kontrak. Asas pacta sunt servanda adalah asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati hakikat perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagai suatu hal yang bersifat hukum. Mereka tidak dapat mengganggu substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas moral ini terikat dalam suatu kontrak yang wajar, yaitu bahwa perbuatan sukarela seseorang tidak dapat menuntut hak untuk menuntut atas kinerja debitur. Hal ini terlihat pada zakwaraneng, yaitu seseorang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (secara akhlak). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk melanjutkan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang mendorong orang yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum didasarkan pada kesusilaan (moralitas) sebagai panggilan hati nuraninya.
Asas perlindungan berarti kreditur dan debitur harus dilindungi undang-undang. Namun debiturlah yang perlu dilindungi karena pihak ini berada dalam posisi rentan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa seluruh asas-asas yang disebutkan di atas adalah penting dan harus menjadi bahan pertimbangan para pembuat kontrak/kontraktor agar tujuan akhir dari suatu kontrak dapat tercapai sesuai keinginan para pihak.
Pasal 1339 KUHP memuat asas penguasaan. Aturan ini mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan isi akad yang diperlukan bagi kepemilikan berdasarkan sifat akad.
-
Prinsip Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian adalah asas yang menentukan bahwa seseorang akan mengadakan dan/atau melaksanakan suatu perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan. Hal itu terlihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHP.
-
Prinsip itikad baik
Asas itikad baik dirumuskan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHP yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa para pihak yaitu kreditur dan debitur hendaknya melaksanakan substansi akad atas dasar itikad atau kepercayaan yang kuat serta itikad baik para pihak.
Sejarah Hukum Perdata di Indonesia
Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda yang diterapkan berdasarkan asas kesesuaian, artinya hukum yang berlaku di negara jajahan (Belanda) sama dengan yang berlaku di negara jajahan. Perubahan Hukum Perdata Indonesia:
Pertama, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia pada mulanya merupakan ketentuan-ketentuan Pemerintahan Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia (Algemen Bepalingan van Wetgeung), pada tahun 1847 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) diundangkan oleh pemerintah Belanda. Dalam konteks sejarah hukum, hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi menjadi dua masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan Indonesia dan masa setelah kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah artikel duniapendidikan.co.id tentang Hukum Perdata: Pengertian, Pengertian, Sumber, Asas dan Sejarahnya, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semua.