Etika dan Etiket – Dunia Pendidikan

Etika dan Etiket – Dunia Pendidikan


Memahami etika

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa etika berarti ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, serta hak dan kewajiban moral (etika).

Etika dan Tata Krama

Menurut Wikipedia, etika berasal dari bahasa Yunani kuno “ethikos” yang berarti “lahir dari kebiasaan”. Secara metodologis, tidak semua aspek evaluasi tindakan dapat disebut etika, etika merupakan pendekatan yang kritis, metodis, dan terstruktur dalam melakukan refleksi.

Oleh karena itu etika merupakan ilmu yang ditujukan pada manusia. Berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang mengkaji tingkah laku manusia, etika juga mempunyai sudut pandang normatif, yaitu melihat aspek baik dan buruknya perbuatan manusia.


Jenis-jenis etika

Dilihat dari jenisnya, ada 3 jenis etika, yaitu etika filosofis, etika agama, dan hubungan kedua etika tersebut. Dijelaskan sebagai berikut.


Secara harfiah, etika filsafat adalah etika yang timbul dari kegiatan filsafat atau berpikir yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu, etika sebenarnya merupakan bagian dari filsafat.

Karena itu bagian dari filsafat, maka jika kita berbicara tentang etika tidak bisa dipisahkan dari filsafat, maka dapat disimpulkan bahwa jika seseorang ingin mengetahui unsur-unsur etika maka hendaknya ia mengetahui tentang unsur-unsur filsafat. Di bawah ini akan kami jelaskan dua ciri etika.

1). Non-eksperimental

Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau hal yang konkrit. Namun berbeda dengan filsafat yang mencoba melampaui yang konkrit, yang menanyakan apa yang ada di balik tanda-tanda konkrit. Demikian pula etika tidak berhenti pada apa yang secara konkrit dilakukan, melainkan menanyakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

2). praktis

Berbagai cabang filsafat berbicara tentang “apa adanya”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Namun tidak demikian, etika tidak sebatas itu saja, melainkan menanyakan pertanyaan tentang “apa yang harus dilakukan”. Oleh karena itu, etika merupakan salah satu cabang filsafat yang bersifat praktis, dan berkaitan langsung dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, namun perlu diingat bahwa praktis tidak dimaksudkan untuk menawarkan resep yang sudah jadi. Etika juga tidak bersifat teknis melainkan reflektif, yaitu etika hanya menganalisis topik-topik mendasar seperti hati nurani, kebebasan, serta hak dan kewajiban.


Etika agama

Dalam hal ini perlu diingat dua hal, yang pertama adalah etika beragama tidak hanya berkaitan dengan agama tertentu saja, namun setiap agama bisa mempunyai etika masing-masing.
Misalnya dalam etika Kristen, etika teologis adalah etika yang diawali dengan spekulasi tentang Tuhan atau Tuhan, dan juga memandang etika sebagai konsep yang timbul dari kepercayaan terhadap Tuhan.
Oleh karena itu, Jungen menyebut “etika teologis” sebagai “etika transendental dan etika teosentris”. Etika agama Kristen mempunyai kesamaan dengan etika pada umumnya, yaitu perilaku manusia.
Dan setiap agama mungkin mempunyai etika keagamaannya masing-masing berdasarkan keyakinan dan sistem nilainya.


Hubungan antara etika filosofis dan etika agama

Sepanjang sejarah perjumpaan kedua etika ini, terdapat 3 jawaban yang menonjol terhadap pertanyaan di atas, yaitu:

Jawaban ini datang dari Agustinus (354 – 430) yang mengatakan bahwa etika agama bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan menyempurnakan etika filsafat.

Jawaban kedua ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225 – 1274) yang menyintesis etika filosofis dan religius sedemikian rupa sehingga kedua jenis etika tersebut mempertahankan identitasnya masing-masing sebagai suatu entitas baru.
Akhirnya, timbullah etika filosofis yang merupakan lapisan bawah secara umum, namun etika agama merupakan lapisan atas yang khusus.

Jawabannya ditemukan oleh FED Schleiermacher (1768 – 1834), yaitu menganggap kedua etika tersebut sebagai fenomena paralel. Hal ini dapat dibandingkan dengan sepasang rel kereta api paralel.
Terhadap pendapat di atas terdapat beberapa keberatan, seperti pendapat Agustinus terlihat jelas bahwa etika filsafat tidak dihormati dalam tataran etika keagamaan.

Sedangkan pendapat Thomas Aquinas sama dengan pendapat Agustinus.
Lalu perlu adanya dialog antara keduanya. Hubungan yang dialogis ini akan menjalin hubungan antara keduanya, tidak sekedar memandang satu sama lain dari dua cakrawala yang paralel.

Oleh karena itu, hubungan ini diharapkan dapat mencapai tujuan bersama yang lebih besar, yaitu membantu umat manusia memutuskan bagaimana mereka harus menjalani kehidupannya.


Memahami etika

Label (Belanda) adalah selembar kertas yang ditempelkan pada kemasan barang (komersial) yang di atasnya tertulis nama, isi, dan lain-lain barang tersebut.

Etiket berasal dari bahasa Perancis etiket yang berarti kesantunan atau tata krama yang selalu perlu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

Tata krama adalah tingkah laku yang dianggap baik, patut, sopan dan terhormat bagi seseorang, misalnya tata cara makan, tata cara berpakaian, tata cara berbicara, tata cara berjalan, tata cara duduk, dan tata cara tidur. Namun karena tata krama seseorang menghubungkan dirinya dengan pihak lain, maka tata krama menjadi kaidah kesantunan dalam pergaulan dan kehidupan bermasyarakat.


Ciri-ciri sopan santun

Etiket mengacu pada tindakan, kebiasaan, adat istiadat, atau cara tertentu dalam melakukan sesuatu oleh sekelompok orang. Contoh etika adalah memberi dengan tangan kanan.

Etiket hanya berlaku dalam interaksi sosial. Artinya kalau tidak ada saksi atau orang maka peraturan (kompetensi) tidak berlaku. Contohnya adalah ketika seseorang duduk di kursi dengan kaki di atas meja sedangkan orang lain duduk di sebelahnya, maka itu adalah tindakan maksiat. Namun, tindakan tersebut tidak menjadi masalah saat dia tidak terlihat atau saat dia hanya duduk sendirian.

Tata krama sangatlah relatif. Bersikap kasar kepada sekelompok orang tertentu belum tentu menjadi masalah bagi kelompok orang lain. Dahak saat makan merupakan pelanggaran tata krama, sedangkan membunuh atau mencuri merupakan pelanggaran tata krama mutlak. Itulah sebabnya pembunuhan dan pencurian dikutuk dimanapun dan kapanpun. Tata krama lebih relevan dan memandang hal-hal yang bersifat lahiriah atau fisik,

Etiket juga berkaitan erat dengan sopan santun (kedudukan keduanya dapat dipertukarkan). Oleh karena itu, etiket hanya menekankan kesesuaian aturan. Kesantunan juga bertujuan untuk memperlancar atau menyelaraskan interaksi sosial antar manusia. Kesopanan cenderung membingungkan hal-hal penting dan tidak penting. Ada kalanya kesopanan lebih diprioritaskan dibandingkan hal yang kurang penting. Misalnya saja berjabat tangan dengan orang yang sudah kita kenal atau akan kita kenal saat kita bertemu, atau mengucapkan ‘terima kasih’ kepada orang lain yang memberikan sesuatu.


Aturan etiket

  1. Respect (menghargai), dalam sopan santun hendaknya kita mempunyai sikap menghargai, yaitu menghargai, menghargai, peduli dan mampu memahami orang lain. Jadi rasa hormat itu sangat penting agar jika kita memperlakukan orang lain dengan hormat maka orang lain juga akan menghormati kita.
  2. Empati adalah dasar dari semua interaksi manusia. Mampu merasakan keadaan emosi orang lain. Kasih sayang dapat mengendalikan sikap, perilaku, dan perkataan kita. Empati membuat kita bisa merasa senang atas kebahagiaan orang lain sekaligus sedih atas kesulitan orang lain. Dengan berempati kita bisa lebih waras dalam berperilaku dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari.
  3. jujur Kunci sukses membangun hubungan baik adalah jujur. Dengan berkata jujur, kita akan menjadi diri kita yang sebenarnya tanpa perlu menyembunyikan apapun.

Perbedaan Antara Etiket dan Etiket ETikka

  1. Etiket berkaitan dengan bagaimana tindakan manusia harus dilakukan. Etiket menunjukkan cara yang benar, yaitu cara yang diharapkan dan ditentukan dalam kalangan tertentu. Etika tidak terbatas pada bagaimana melakukan suatu tindakan, etika memberikan aturan mengenai tindakan itu sendiri. Etika berkaitan dengan persoalan apakah suatu tindakan dapat dilakukan atau tidak.
  2. Etiket hanya berlaku untuk interaksi sosial. Etika selalu berlaku meskipun tidak ada orang lain. Barang yang dipinjam harus dikembalikan meskipun pemiliknya lupa.
  3. Tata krama itu relatif. Apa yang dianggap tidak bermoral di suatu budaya mungkin dianggap sopan di budaya lain. Moralitas terlalu mutlak. Perintah seperti “jangan berbohong”, “jangan mencuri” adalah aturan moral yang tidak bisa ditawar.
  4. Etika memandang manusia hanya dari sudut pandang lahiriah saja, sedangkan etika memandang manusia dari sudut pandang batiniah. Penipu, misalnya, bersuara lembut, sopan namun menipu. Orang bisa saja mengikuti adab, namun menjadi munafik. Sebaliknya, seorang moralis tidak mungkin menjadi munafik karena jika dia munafik maka dia tidak bermoral. Orang yang berperilaku moral adalah orang yang benar-benar baik.

Contoh etika dan sopan santun.


“Pada hari Senin, seorang pelajar dilarang mandi. Orang yang berakhlak mulia tidak akan mandi pada hari Senin, meskipun ada kesempatan dan tidak ada saksi.”
Mencuri atau merugikan orang lain
Terlambat kuliah, bekerja atau yang lainnya.


Mengupil, kentut, dan meludah adalah tindakan yang dianggap cabul jika disaksikan, dan tidak menjadi masalah jika tidak ada orang yang melihatnya.
Makan tanpa sendok, adab makan tanpa sendok hanya berlaku di kalangan borjuis, sedangkan dalam Islam amalan seperti ini adalah Sunnah.
Makna tata krama sendiri sempit, yaitu berkaitan dengan perbuatan yang harus dilakukan, seperti memberikan sesuatu dengan tangan kanan, menutup mulut saat menguap, dan sebagainya.


Ini artikelnya duniapendidikan.co.id Tentang Etika dan Etiket : Pengertian, Jenis, Ciri, Prinsip, Perbedaan dan Contohnya semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semua.



Sabung Ayam Online

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *