Memahami Tindakan Pencegahan
Tindakan kehati-hatian merupakan bagian surat keputusan yang memuat hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pengambilan surat keputusan. Apa yang ada dalam pembukaan disebut hukum.
Penilaian, peraturan, usul dan saran yang terdahulu diuraikan pada subjudul mempertimbangkan, mengingat, membaca, mendengarkan dan memperhatikan.
Reservasi bersifat wajib dalam surat keputusan karena reservasi menyatakan dasar hukum (hukum) dari setiap surat keputusan. Isi minimal dua reservasi, maksimal lima. Di antara kelima subjudul di atas, yang terpenting dan wajib digunakan dalam setiap pengambilan keputusan adalah subjudul pertimbangan dan mengingat.
Subjudul pertimbangan memuat hal-hal yang dianggap perlu untuk dijadikan suatu surat keputusan (mempertimbangkan = mempertimbangkan). Mengingat pada subjudul tersebut dijelaskan bahwa keputusan tertentu harus diambil dengan pertimbangan tertentu.
Subjudul yang mudah diingat harus digunakan karena bagian ini memuat nomor surat pengangkatan pimpinan tertinggi organisasi sehingga dapat diterbitkan surat keputusan kepadanya. Surat pengangkatan pemimpin tertinggi (ketaatan) merupakan salah satu undang-undang ketetapan yang dikeluarkan di samping undang-undang yang lain, yaitu ketetapan dan undang-undang yang berkaitan langsung dengan pokok bahasan atau keputusan. Semua peraturan Ordonansi ditempatkan di bawah subpos yang sedang dipertimbangkan.
Subjudul bacaan memuat ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang tidak berkaitan langsung dengan pokok permasalahan yang akan diputuskan, namun ketentuan dan peraturan tersebut perlu menguatkan pertimbangan agar diberikan pertimbangan sebelum memutuskan suatu hal dan dapat diselesaikan.
Subjudul mendengarkan biasanya memuat saran dan nasehat dari pihak tertentu kepada pimpinan puncak/pengambil keputusan.
Subjudul fokus biasanya berisi keputusan-keputusan dari pertemuan-pertemuan yang berkaitan atau sengaja dilakukan mengenai masalah yang akan diambil keputusannya.
Pengertian diktum
Diktum merupakan bagian surat keputusan yang memuat pokok-pokok keputusan. Diktum merupakan isi pokok surat keputusan. Apapun keputusan yang diambil oleh pengambil keputusan, semuanya terangkum dalam sebuah diktum.
Rangkaian diktum diawali dengan subjudul penentu yang diletakkan di tengah-tengah kertas (tengah). Penetapan subjudul hendaknya selalu diikuti dengan kata yang menjadi penanda masuknya isi diktum. Kata “penanda” berarti ditempatkan di margin kiri, bukan di tengah. Kemudian tuliskan isi diktum tersebut. Apabila isi diktum tersebut ingin diuraikan secara rinci maka butir-butirnya diberi kode urut.
Memahami Keinginan
Isi suatu keputusan, yang disebut dengan desideratum, adalah bagian yang memuat maksud (untuk tujuan apa) keputusan itu dibuat. Setiap surat keputusan harus memiliki tujuan. Bisa ada satu atau lebih target.
Berbeda dengan adanya suatu pertimbangan yang selalu harus dinyatakan secara tegas melalui sub-judul yang telah disebutkan sebelumnya, adanya desiratum dapat saja tersirat. Artinya, keinginan tersebut dapat tersirat dalam pembukaan atau klausa, atau dalam pembukaan dan klausa.
Adanya desideratum dikatakan implisit atau tersirat karena tidak ada penanda obyektif yang menunjukkan atau mengawali suara desideratum tersebut. Namun, meski tanpa papan tanda, tujuannya dapat dengan mudah diidentifikasi. Hal ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini:
Contoh desideratum dalam pembukaan
Untuk memberikan pembinaan dan bimbingan bagi setiap mahasiswa, perlu ditunjuk seorang penasihat akademik.
(Tujuan dikeluarkannya keputusan tersebut adalah untuk menunjuk seorang penasihat pendidikan.)
Contoh Desideratum dalam Diktum:
Keputusan ini dikomunikasikan kepada yang bersangkutan agar dia dapat melihat kesesuaiannya dan melaksanakannya.
(Tujuan dikeluarkannya surat keputusan adalah untuk meminta pihak-pihak tertentu mengetahui dan melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya).
Bahasa hukum
Bahasa hukum adalah bahasa peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan keadilan, menjaga kepentingan umum dan kepentingan pribadi dalam masyarakat. Namun karena bahasa hukum merupakan bagian dari bahasa Indonesia modern, maka penggunaannya harus konsisten, jelas, monolingual dan memenuhi persyaratan khusus bahasa Indonesia.
Bahasa hukum Indonesia dicirikan oleh terminologi khusus, struktur dan gaya bahasa, serta kandungan semantik khusus. Bahasa hukum yang kita gunakan sekarang masih gaya orde lama, masih banyak kata, bentuk dan struktur kalimat yang belum lengkap, masih terdapat istilah-istilah yang bersifat pasti dan belum jelas. Hal ini dikarenakan para sarjana hukum pada masa lalu tidak pernah mendapat pelajaran khusus bahasa hukum, juga tidak memperhatikan dan mempelajari istilah dan kaidah bahasa Indonesia.
Kelemahan ini disebabkan karena bahasa hukum yang kita gunakan dipengaruhi oleh istilah-istilah yang merupakan terjemahan bahasa hukum Belanda oleh para sarjana hukum Belanda yang lebih mengkhususkan diri pada tata bahasa Belanda dibandingkan tata bahasa Indonesia.
Beberapa pemahaman dasar tentang bahasa hukum
Semantik hukum adalah ilmu yang menyelidiki makna atau makna kata-kata hukum, hubungan dan perubahan makna kata-kata tersebut menurut waktu, tempat dan keadaan. Misalnya istilah hukum perdata yang sekarang kita pakai sebagai terjemahan dari istilah hukum Belanda privaatrecht, berasal dari kata Arab (Islam) yang berarti hukum (law) dan istilah Jawa (Hindu) yang berarti pradat.
Kalau perkara perdata sekarang kita artikan sebagai perkara yang mengatur hubungan hukum antara orang dengan orang lain, baik dalam arti hukum manusia maupun dalam arti badan (hukum), maka lain halnya pada zaman kerajaan Mataram yang pada waktu itu disebut dengan istilah hukum. gugatan perdata, dalam kasus-kasus umum yang membahayakan mahkota, merugikan keamanan dan administrasi negara. Kasus-kasus seperti itu merupakan urusan peradilan raja, yang kini menjadi hukum publik, sedangkan hukum privat pada waktu itu merupakan urusan yang bulat dan bukan urusan raja, melainkan urusan rakyat di wilayah di mana mereka mempunyai yurisdiksi tradisionalnya adalah pengadilan.
Selama ini struktur peraturan perundang-undangan biasanya terdiri atas pembukaan, pasal peraturan, dan spesifikasi. Dengan sistem ini, pembuat undang-undang berusaha menjelaskan alasan, maksud dan tujuan peraturan tersebut, hal-hal yang diatur dan membaginya ke dalam beberapa bab, pasal, dan ayat, kemudian memberikan penjelasan pada setiap pasal yang memerlukan Klarifikasi.
Aturan hukum memuat kata-kata perintah dan larangan, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, ada pula yang tidak mengandung unsur paksaan. Aturan hukum berupa aturan hukum yang tidak hanya berbentuk bahasa tertulis, tetapi juga dapat berbentuk bahasa lisan, bahasa yang tidak tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan, sebagaimana terdapat dalam hukum adat dan hukum adat
Terkadang apa yang ada dalam hukum adat tersirat dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya, Bagian Umum IV Penjelasan UUD 1945 menggunakan istilah jiwa. Istilah tersebut merupakan istilah hukum adat yang mencerminkan kepribadian masyarakat Indonesia yang semangatnya lebih mencerminkan prinsip kekeluargaan dibandingkan prinsip individu yang mengutamakan kepentingan diri sendiri.
Konstruksi hukum (rechtsconstructie) adalah alat yang digunakan untuk mengkonstruksi muatan hukum secara sistematis dalam bentuk bahasa dan terminologi yang baik. Kompilasi mengacu pada menggabungkan hal-hal yang termasuk dalam bidang yang sama, dengan arti yang sama.
Misalnya, istilah pencurian merupakan suatu konstruksi hukum, artinya segala perbuatan mengambil barang dengan maksud untuk menyimpannya secara melawan hukum (Pasal 362 KUHP). Jadi apakah perbuatan itu disebut pencurian, kecurangan, pencopetan, baik orang tersebut mengambil suatu barang yang tidak berwujud (listrik) maupun yang berwujud, jika semua itu dengan maksud untuk menyimpannya secara haram, maka perbuatan itu disebut pencurian.
Fiksi hukum adalah fiksi yang digunakan dalam ilmu hukum berupa kata-kata, istilah-istilah yang berdiri sendiri, atau kalimat-kalimat yang dimaksudkan untuk menyampaikan pemahaman hukum. Bentuk fiksi hukum sering digunakan peribahasa dalam hukum adat, sedangkan dalam hukum perundang-undangan digunakan pasal dalam bentuk kalimat.
Dalam hukum adat perkawinan misalnya, dikatakan bahwa banteng mengikuti sapi, banteng mengikuti sapi. Lebih terpengaruh oleh hukum. kepada isteri, supaya rumah itu dapat diwariskan kepada anak-anak perempuan menurut hukum waris.
Dalam hukum perundang-undangan misalnya, istilah badan hukum (rechtperson) digunakan untuk menyebut orang yang bukan manusia, yaitu anak perusahaan yang bukan manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang menjadi subjek hukum, misalnya koperasi, yayasan, PT,. dan sebagainya. Jadi dalam ilmu hukum ada pengertiannya orang nyata yaitu orang pribadi dan manusia semu yaitu badan hukum. Begitu pula dengan barang tetap seperti sebidang tanah dan barang tidak tetap seperti perhiasan.
Pada masyarakat yang kehidupannya tidak mengalami kemajuan pesat pada masa lalu, seperti masyarakat adat tradisional sebelum kemerdekaan, rumusan hukumnya lebih bersifat artistik, menggunakan kata-kata indah dalam bentuk puisi atau prosa, lukisan atau simbol, peribahasa. Atau pepatah Dalam masyarakat modern, cara-cara lama sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi masyarakat.
Bukan hanya karena kebutuhan masyarakat modern yang semakin meluas, tetapi juga karena banyak orang yang sepertinya sudah tidak mampu lagi menyampaikan makna dengan menggunakan simbol-simbol yang sarkastik atau abstrak.
Masyarakat Kristen Indonesia, seperti halnya masyarakat hukum adat, masih mengenal, menghormati dan menggunakan bahasa hukum adat dan seni hukum adat. Di kalangan sesepuh, tokoh masyarakat adat, dan rapat sanak saudara, idiom dan idiom hukum masih sering digunakan.
Berikut artikel duniapendidikan.co.id tentang Kewaspadaan: Pengertian, Diktum, Desideratum, dan Bahasa Hukum, semoga artikel ini bermanfaat bagi anda semua.